Mexico is similar to many Latin countries when Hofstede's Dimensions are compared and analyzed (see Latin America Hofstede graph below).
Mexico's highest Hofstede Dimension is Uncertainty Avoidance (UAI) (82), indicating the society’s low level of tolerance for uncertainty. In an effort to minimize or reduce this level of uncertainty, strict rules, laws, policies, and regulations are adopted and implemented. The ultimate goal of this population is to control everything in order to eliminate or avoid the unexpected. As a result of this high Uncertainty Avoidance characteristic, the society does not readily accept change and is very risk adverse.
Mexico has a low Individualism (IDV) ranking (30), but is slightly higher than other Latin countries with an average 21. The score on this Dimension indicates the society is Collectivist as compared to Individualist. This is manifest in a close long-term commitment to the member 'group', be that a family, extended family, or extended relationships. Loyalty in a collectivist culture is paramount, and over-rides most other societal rules and regulations. The society fosters strong relationships where everyone takes responsibility for fellow members of their group
Mexico has the second highest Masculinity (MAS) ranking in Latin America (69). This indicates the country experiences a higher degree of gender differentiation of roles. The male dominates a significant portion of the society and power structure. This situation generates a female population that becomes more assertive and competitive, although not at the level of the male population.
Another Dimension in which Mexico ranks higher than other Latin neighbors is Power Distance (PDI) with a rank of 81, compared to an average of 70. This is indicative of a high level of inequality of power and wealth within the society. This condition is not necessarily subverted upon the population, but rather accepted by the culture as a whole.
Power Distance Index (PDI) that is the extent to which the less powerful members of organizations and institutions (like the family) accept and expect that power is distributed unequally. This represents inequality (more versus less), but defined from below, not from above. It suggests that a society's level of inequality is endorsed by the followers as much as by the leaders. Power and inequality, of course, are extremely fundamental facts of any society and anybody with some international experience will be aware that 'all societies are unequal, but some are more unequal than others'.
Individualism (IDV) on the one side versus its opposite, collectivism, that is the degree to which individuals are inte-grated into groups. On the individualist side we find societies in which the ties between individuals are loose: everyone is expected to look after him/herself and his/her immediate family. On the collectivist side, we find societies in which people from birth onwards are integrated into strong, cohesive in-groups, often extended families (with uncles, aunts and grandparents) which continue protecting them in exchange for unquestioning loyalty. The word 'collectivism' in this sense has no political meaning: it refers to the group, not to the state. Again, the issue addressed by this dimension is an extremely fundamental one, regarding all societies in the world.
Masculinity (MAS) versus its opposite, femininity, refers to the distribution of roles between the genders which is another fundamental issue for any society to which a range of solutions are found. The IBM studies revealed that (a) women's values differ less among societies than men's values; (b) men's values from one country to another contain a dimension from very assertive and competitive and maximally different from women's values on the one side, to modest and caring and similar to women's values on the other. The assertive pole has been called 'masculine' and the modest, caring pole 'feminine'. The women in feminine countries have the same modest, caring values as the men; in the masculine countries they are somewhat assertive and competitive, but not as much as the men, so that these countries show a gap between men's values and women's values.
Uncertainty Avoidance Index (UAI) deals with a society's tolerance for uncertainty and ambiguity; it ultimately refers to man's search for Truth. It indicates to what extent a culture programs its members to feel either uncomfortable or comfortable in unstructured situations. Unstructured situations are novel, unknown, surprising, different from usual. Uncertainty avoiding cultures try to minimize the possibility of such situations by strict laws and rules, safety and security measures, and on the philosophical and religious level by a belief in absolute Truth; 'there can only be one Truth and we have it'. People in uncertainty avoiding countries are also more emotional, and motivated by inner nervous energy. The opposite type, uncertainty accepting cultures, are more tolerant of opinions different from what they are used to; they try to have as few rules as possible, and on the philosophical and religious level they are relativist and allow many currents to flow side by side. People within these cultures are more phlegmatic and contemplative, and not expected by their environment to express emotions.
Long-Term Orientation (LTO) versus short-term orientation: this fifth dimension was found in a study among students in 23 countries around the world, using a questionnaire designed by Chinese scholars It can be said to deal with Virtue regardless of Truth. Values associated with Long Term Orientation are thrift and perseverance; values associated with Short Term Orientation are respect for tradition, fulfilling social obligations, and protecting one's 'face'. Both the positively and the negatively rated values of this dimension are found in the teachings of Confucius, the most influential Chinese philosopher who lived around 500 B.C.; however, the dimension also applies to countries without a Confucian heritage.
Selasa, 31 Maret 2009
Kamis, 26 Maret 2009
cerita
Di sebuah sudut kelas di PTN ternama di malang terlihat 3 orang mahasiswa yang sedang bergurau mereka adalah ajeng(anak centil tapi pendiam), devi (anak ceria dan bawel) satu lagi ewi (anak yang paling pintar diantara mereka)…terlihat suasana yang menyenangkan dan mengasikkan dalam obrolan mereka.. ternyata mereka sedang ngobrolin salah satu teman sekelas mereka, yaitu rahma(cewek yang mereka anggap sombong)..tapi suatu ketika saat rahma mulai ngobrol ma mereka ber3 ternyata sama-sama nyambung, setelah perjalanan yang cukup panjang akhirnya rahma gabung ma ajeng, devi, n ewi..mereka mempunyai sebuah komitmen antara persahabatn mereka didasari saling keterbukaan..hari-hari mereka sangatlah menyenagkan, tiap hari mereka slalu bertemu entah dikampus, ataupun diluar kampus mereka juga sering jaln bareng..dengan karakter yang berbeda2 mereka slalu ramai dalam kelas slalu ada aja yang mereka kerjakan apalagi tingkah rahma yang selalu terlihat malas dalm kelas yang tidak pernah dengerin dosen saat kulia, dia hanya bisa ganggu temen-temennya bahkan rahma slalu berulah seperti sering ngomongin dosen, atau sering ngomongin temen-temen merka dikelas…tapi ajeng,devi,ewi sama skali tidak merasa terganggu dengan ulah rahma terkadang malah mereka ikut terbawa ma kelakuan rahma. Diluar kampus mereka sering keluar bareng walau sedar maen ke rumah devi yang satu-satunya diantara ber4 yang bertempat tinggal dimalang. Persahabatan ini sangatlah indah, sahabat adalah tempat kita berbagi, kita akan ikut sedih apabila sahabat kita sedih, dan kita akan ikut bahagia saat sahabat kita bahagia… tapi suatu ketika mereka ber4 dihadapkan pada suatu hal yang sulit, karena suatu kewajiban dikampus mereka terpisah karena mereka berbeda konsentrasi, ajeng dan devi masuk konsentrasi pemasaran sedangkan rahma dan ewi masuk dal konsentrasi MSDM…walaupun kita deket ber4 tapi diantara mereka pasti da yang paling deket, seperti rahma ma devi dulu mereka amat sangat sering ber2, tapi sekarang mereka berdua dipisahkan walau sebenernya mreka masing2 masih ada ajeng sama ewi yang juga sahabat mereka..serasa berat banget bagi rahma dan devi bayangin ja mereka ber2 bagaikan bayi kembar siam yg tiba2 dipisahkan, sempat devi menangis gak bisa menerima ini semua tapi kita ber4 berjanji akan slalu bersama dan berkomitmen semoga jika Tuhan menghendaki kita juga bs wisuda sama2.. dan disinilah persahabatan kita diuji, gara2 kita jarang sama2 lagi seakan2 mereka ber4 terpisah,dulu yang devi paling deket ma rahma sekarang deket ma ajeng, disini rahma sakan2 tidak bisa terima, ada kecemburuan di hati rahma karena rahma ingin posisi dia gak tergantikan,, mulai situlah rahma mulai diam saja terkadang saat bertemu ajeng ma devi dia hanya sekedar bertegur sapa ja, udah beda banget dari yang dulu, tapi hubungan rahma dan ewi tetap baik2 saja karena mereka tetep 1 kelas jadi ya wajar ja mereka tidak ada konflik..disinilah persahabatan ini dipertanyakan : apakah ini yang namanya persahabatan yang tulus ? apakah ini persahabatan yang sejati? Hanya waktu yang bisa menjawab..
Karena merasa hubungan persahabatan ini lagi gak normal akhirnya mereka ber4 mutusin cari waktu kumpul-kumpul lagi kaya dulu, disana mereka saling nyurahin apa yang da diahati mereka masing2 dan akhirnya segala masalah2 yang buat mereka renggang bukanlah masalah yang sangat besar melainkan hanya kesalah pahaman karena kurang berkomunikasi satu sama yang lain. Dan dengan saling memberi semangat akhirnya mereka ber4 dapat wisuda bersama-sama yang menjadi komitmen mereka.. persahabatan ini berlangsung sampai saat ini hingga ajeng yang kembeli ke bontang yang sudah menikah dengan laki-laki pilihannya, devi juga dan menikah bahkan duluan sama cowok yang hamper dipacarinya 8 tahun, ewi yang masih dalam tahap pencarian karena masih terlalu semangat kerja sehingga masih belum pengen menikah” waduuhh dari dulu tetep aja, dan tidak lupa rahma yang paling pemalas sekarang menjadi wanita karier yang untuk masalah percintaan dengan pacarnya semasa kuliah “PERCINTAAN RAHMA DENGAN COWOKNYA PADA MASA KULIAH ENDING NYA BUAT EN SENDIRI”
Maaf aku hanya bisa Bantu ini saja. MAKASIH
Karena merasa hubungan persahabatan ini lagi gak normal akhirnya mereka ber4 mutusin cari waktu kumpul-kumpul lagi kaya dulu, disana mereka saling nyurahin apa yang da diahati mereka masing2 dan akhirnya segala masalah2 yang buat mereka renggang bukanlah masalah yang sangat besar melainkan hanya kesalah pahaman karena kurang berkomunikasi satu sama yang lain. Dan dengan saling memberi semangat akhirnya mereka ber4 dapat wisuda bersama-sama yang menjadi komitmen mereka.. persahabatan ini berlangsung sampai saat ini hingga ajeng yang kembeli ke bontang yang sudah menikah dengan laki-laki pilihannya, devi juga dan menikah bahkan duluan sama cowok yang hamper dipacarinya 8 tahun, ewi yang masih dalam tahap pencarian karena masih terlalu semangat kerja sehingga masih belum pengen menikah” waduuhh dari dulu tetep aja, dan tidak lupa rahma yang paling pemalas sekarang menjadi wanita karier yang untuk masalah percintaan dengan pacarnya semasa kuliah “PERCINTAAN RAHMA DENGAN COWOKNYA PADA MASA KULIAH ENDING NYA BUAT EN SENDIRI”
Maaf aku hanya bisa Bantu ini saja. MAKASIH
Langganan:
Postingan (Atom)